Thursday, March 22, 2012

DEFINISI INTELIGENSI MENURUT CHARLES E. SPEARMAN


Charles E Spearman ( 1836- ) merupakan murid dari Wundt. Ia memulai karirnya sebagai seorang psikolog. Teori yang dikemukakan oleh Charles R Spearman adalah teori “ Two factors “. Menurut Charles, inteligensi terdiri dari kemampuan umum yang disimbolkan sebagai  “g” yaitu general factor dan kemampuan khusus yang disimbolkan sebagai “s” atau specific factor.
Teori ini berawal dari analisis korelasional yang dilakukannya terhadap skor seperangkat tes yang memilki tujuan serta fungsi ukur yang berlainan. Hasil dari analisis yang dilakukan oleh Charles menyatakan adanya interkorelasi positif di antara tes-tes tersebut. Tes-tes tersebut mengukur suatu faktor umum yang sama, dan faktor inilah yang disebut sebagai general factor. Namun, selain terdapat faktor umum terdapat juga faktor khusus/spesifik yang hanya diukur oleh tes tertentu saja yang disebut dengan specific factor.
Charles E Spearman juga mendefinisikan inteligensi yang mengandung 2 komponen kualitatif yang penting, yaitu :
     Eduksi relasi ( Eduction of Relation )
Eduksi relasi ini merupakan kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang berlaku di antara 2 hal.
     Eduksi korelasi ( Eduction of Correlates )
Eduksi korelasi ini merupakan untuk menerapkan hubungan dasar yang ditemukan dalam proses eduksi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru

Friday, March 16, 2012

Inteligensi

Inteligensi tidak bisa di ukur secara langsung. Beberapa pakar mencoba untuk mendiskripsikannya, definisi luas dari inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.

Tes Inteligensi Individual
Tes binet. Binet mengembangkan konsep mental age (MA), yakni level perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Kemudian tahun 1912 William Stern menciptakan konsep intelligence quotient (IQ), yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis dikalikan 100. Jadi rumusnya, IQ = MA/CA x 100. Tes Binet direvisi berkali-kali, revisi ini disebut tes Stanford-Binet karena revisi ini dilakukan di Stanford.
Skala Wechsler. Tes ini dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised untuk anak usia 4-6 setengah tahun; Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised untuk anak dan remaja usia 6-16 tahun; dan Wechsler Adult Intelligence-Revised. Skala ini menunjukkan IQ keseluruhan , IQ verbal, dan IQ kinerja.

Tes Individual vs Tes Kelompok
Tes inteligensi kelompok mencakup Lorge-Thorndike Intelligence Tests, Kuhlman-Anderson Intelligence Tests, dan Otis-Lennon School Mental Abilities Tests. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis dibandingkan tes individual namun tak dapat menyusun laporan individul, menentukan tingkat kecemasan, dan sebagainya.

Teori Multiple Intelligences
Pandangan awal. Sejak 1938 L.L. Thurstone mengatakan orang mempunyai kemampuan intelektual spesifik yang dinamakannya kemampuan primer: pemahaman verbal, kemampuan angka, kefasihan kata, visualisasi spasial, memori asosiatif, penalaran, dan kecepatan persepsi.
Teori Triarkis Sternberg. Menurut teori triarkis dari Robert J. Sternberg, inteligensi muncul dalam bentuk: analisa, kreatif, dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan menganalisis, menilai, mengevaluasi membandingkan, dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan mencipta, mendisain, menciptakan, menemukan, dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Delapan Kerangka Pikiran Gardner.
1. Keahlian verbal (berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa)
2. Keahlian matematika (menyelesaikan operasi matematika)
3. Keahlian spasial (berpikir 3 dimensi)
4. Keahlian tubuh-kinestetik (memanipulasi objek dan cerdas dalam hal fisik)
5. Keahlian musik (sensitif terhadap nada, melodi, irama , dan suara)
6. Keahlian intrapersonal (memahami diri sendiri dan menata kehidupan sendiri)
7. Keahlian interpersonal (memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain)
8. Keahlian naturalis (mengamati pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia)
Proyek Spektrum. Proyek ini adalah usaha inovatif yang dilakukan Gardner untuk menguji 8 inteligensi anak-anak. Kelas ini memiliki banyak materi yang dapat menstimulasi berbagai inteligensi. Guru menggunakan materi yang berhubungan dengan kombinasi domain intelugensi. Secara keseluruhan, kelas spektrum punya 12 area yang didesain untuk melatih dan meningkatkan multiple intelligence murid. Kelas ini juga dapat mengungkapkan keahlian yang biasanya tidak tampak di kelas reguler dan memperlihatkan kelemahan yang tersembunyi.
Key school. Melibatkan berbagai keterampilan yang berkaitan delapan kerangka pikiran Gardner. Setiap hari anak di beri materi yang antara lain seni, musi, bahasa, matematika, dan permainan fisik. Mereka juga diminta untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Tujuan key school adalah membuat murid menemukan sendiri minat dan bakat masing-masing, dan kemudian membiarkan mereka mengeksplorasinya.
Emotional Intelligence. Didefinisikan oleh Peter Salovy dan John Mayer sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan sendiri dan perasaan serta emosi orang lan, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan dirinya. Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari 4 area:
1. Developing emotional awareness (memisahkan perasaan dari tindakan)
2. Managing emotions (mengendalikan amarah)
3. Reading emotions (memahami perspektif orang lain)
4. Handling relationships (memecahkan problem hubungan)
Mengevaluasi Pendekatan Multiple-Intelligence. Teori itu merangsang kita untuk berpikir lebih luas tentang apa yang membentik inteligensi dan kompetensi seseorang.

Kontroversi dan Isu dalam Inteligensi
Sifat dan asuhan. Isu sifat-asuhan (nature-nurture) adalah debat tentang apakah perkembangan seseorang terutama dipengaruhi oleh sifat alamiah ataukan oleh pengasuhan. Sifat adalah warisan biologis anak, sedangkan asuhan adalah pengalaman lingkungan.
Apakah Orang Punya Inteligensi Umum? Sejumlah pakar mengatakan bahwa individu bukan hanya punya inteligensi umum, tetapi inteligensi umum ini juga bisa di aplikasikan untuk memprediksi kesuksesan sekolah dan pekerjaan. Akan tetapi, tes IQ umum hanya memprediksikan seperempat dari variasi dalam kesuksesan kerja, dengan sebagian besar variasi dinisbahkan pada faktor lain seperti motivasi dan pendidikan. Inteligensi umum mencakup penalaran atau pemikiran abstrak, kapasitas untuk menyerap pengetahuan, dan kemampuan memecahkan masalah.
Etnis dan Kultur.
Perbandingan etnis. Di AS, skor rata-rata anak dari keluarga Afrika-Amerika dan Latin berada di bawah anak dari keluarga kulit putih nonLatin berdasarkan tes inteligensi standar. Apakah perbedaan ini didasari oleh faktor warisan genetika atau lingkungan? Jawaban umumnya adalah lingkungan.
Bias kultural dan tes yang fair secara kultural. Tes inteligensi awal mengandung bias kultural, lebih memihak pada anak-anak perkotaan ketimbang pedesaan, anak dari keluarga kelas menengah ketimbang keluarga miskin, dan lain-lain.
Tes yang fair secara kultural. Tes yang diusahakan bebas dari bias kultural. Ada 2 jenis tes. Yang pertama berisi item-item yang diyakini dipahami oleh anak-anak dari semua kelompok etnis, dan kedua tidak menggunakan item verbal.
Pengelempokkan dan Penelusuran Kemampuan. Ada 2 tipe: pengelompokkan antarkelas dan pengelompokkan dalam kelas.
Pengelompokkan antara kelas mengelompokkan murid berdasarkan kemampuan atau prestasi mereka. Membagi murid ke dalam jalur persiapan ke universitas dan jalur umum. Dalam pengelompokkan ini ada program non-grade, dimana murid dikelompokkan berdasarkan kemampuan dalam subjek tertentu terlepas dari usia atau levelnya.
Pengelompokkan dalam kelas. Menempatkan urid dalam 2 atau 3 kelompok di dalam kelas dengan mempertimbangkan perbedaan kemampuan murid. Biasa dilakukan di sekolah menengah dan area mata pelajarannya biasanya adalah membaca dan matematika.

Gaya Belajar dan Gaya Berpikir
Bukanlah kekmampuan tetapi cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Individu itu sangat bervariasi sehingga ada ratusan gaya belajar dan berpikir yang dikemukakan para pendidik dan psikolog.

Dikotomi Gaya Belajar dan Berpikir
Gaya Impulsif/Reflektif. Tempo konseptual, yakni murid cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban. Murid yang impulsif lebih banyak melakukan kesalahan dibandingkan murid yang reflektif. Murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan dan biasanya memiliki standar kinerja yang tinggi.
Gaya mendalam/dangkal. Sejauh mana murid mempelajari marteri pelajaran dengan suatu cara yang membantu mereka memahami makna materi (gaya mendalam) atau sekedar mencari apa yang perlu dipelajari (gaya dangkal). Murid dengan gaya dangkal tidak bisa mengkaitkan apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas, belajar secara pasif, dan hanya mengingat informasi. Pelahar mendalam secara aktif paham apa yang di pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu di ingat.

Mengevaluasi Gaya Belajar dan Berpikir
Howard Gardner mengatakan bahwa seorang murid mungkin punya gaya impulsif dalam bidang musin tetapi bergaya refleks dalam memecahkan teka-teki.

Kepribadian dan Tempramen
Kepribadian adalah pemikiran, emosi, dan perliaku tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam mengahadapi dunianya.
Lima besar faktor dalam kepribadian:
1. Openness (imajinatif/praktis, tertarik pada variasi/rutinitas, dan independen/mudah menyesuaikan diri)
2. Conscientiousness (rapi/tak rapi, perhatian/ceroboh, dan disiplin/impulsif)
3. Extraversion (terbuka/menyendiri, suka bersenang/bersedih, dan kasih sayang/sebaliknya)
4. Agreeableness (berhati lembut/kasar, percaya/curiga, dan membantu/tidak kooperatif)
5. Neuroticism (tenang/cemas, merasa aman/tidak aman, dan puas pada diri sendiri/ mengasihani diri sendiri)
Interaksi Orang-Situasi. Cara terbaik buntuk mengkarakterisasi kepribadian individual bukan hanya dengan berdasarkan pada ciri bawaan personal atau karakter saja, namun juga dengan situasinya. Ringkasnya, jangan menganggap bahwa kepribadian akan selalu membuat seseorang berperilaku tertentu di semua situasi. Konteks atau situasi juga penting.
Temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respon. Thomas dan Chess membuat 3 klasifikasi temperament:
1. "Anak Mudah" (easu child) biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi.
2. "Anak Sulit (difficult child) cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.
3. "Anak Lambat Bersikap Hangat" (slow-to-warm-up child) beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas mood yang rendah.

Saturday, March 10, 2012

Email dan Blog untuk Psikologi Pendidikan


1. Kristin Citra (11-051) 
Penerapan system e-learning yang berfokus pada pembuatan blog oleh setiap mahasiswa, dimana pengumpulan dan penilaian tugas dilakukan seluruhnya di dalamnya, dalam pandangan kami memberikan dampak positif bagi perkembangan mahasiswa itu sendiri diantaranya adalah untuk membuka wawasan, mendapatkan pengalaman baru, bersosialisasi dengan dunia luar seperti dalam teori John Dewey, menghemat waktu dan biaya, mengembangkan kreativitas, berfikir setingkat lebih tinggi untuk menyelasaikan tantangan seperti dalam teori William James, dan mendorong kita untuk terbuka pada perkembangan zaman yang sudah sangat pesat dalam perkembangan teknologi.
Adapun menurut kami kendala yang harus dihadapi seperti kerumitan dalam penggunaannya bagi beberapa orang yang belum terlalu familiar dengan blog, sehingga ia akan mengalami kesulitan dalam pengaplikasiannya dan disibukkan dengan pengelolaan blog, belum lagi apabila keterbatasan akses internet yang dimilikinya.
Walaupun begitu, apapun resikonya, kita sebagai mahasiswa harus terus mengikuti perkembangan teknologi dengan memanfaatkannya sebaik-baiknya karena di kota Medan sendiri, sudah banyak lembaga pendidikan yang mulai menerapkan system pendidikan berbasis teknologi. Jadi, tidak ada kata repot atau malas untuk menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran.
Semangat ! :)